Wednesday, October 13, 2010

Kertas Berbahan Baku Sampah Organik Pasar dan Rumah Tangga

Bila kita pernah melihat langsung atau pernah mendengar limbah plastik daur ulang diproduksi hingga berdaya guna diantaranya berubah mainan untuk hiburan atau sarana edukasi bagi balita dan anak-anak, atau menjadi perabotan dan ember yang layak pakai, atau mungkin kita pernah melihat sendiri anak-anak yang bernasib malang berebut mengumpulkan koran-koran bekas di kereta ekonomi yang sering penuh, untuk kemudian koran dan kertas-kertas tersebut dijual untuk didaur ulang, itu hal biasa yang sering terlihat di negeri ini. 

             Namun ada hal yang tidak biasa bahkah ada yang mengatakan gila. Bagaimana tidak gila, penulis saja masih belum percaya seratus persen bila sampah organik pasar dan rumah tangga, hotel atau restoran seperti sayur, mie, bakso, nasi goreng, spagheti, kue, rumput, pizza, daging, cabe, tomat, buah, kulit ayam dan lain sebagainya dari berbagai kondisi fisik baik yang rusak, layu dan busuk sekalipun yang kadang-kadang ada larva lalat berupa belatung, melalui penelitian dan eksperimen gila selama satu tahun dari seorang putra bangsa asal Ungaran-Kabupaten Semarang,  limbah organik tadi menjadi kertas, baik kertas tulis, kertas kraft dan kertas texture. 

             Dari  kekuatan tarik yang kuat dan daya lipat yang bagus  serta bunyi kalau kita ambil selembar kertas berbahan baku sampah organik pasar dan rumah tangga seperti kertas yang kita pakai selama ini. Dan menurut penemu teknologi dan metode ini, selama proses pembuatan dari sampah sampai menjadi kertas tidak memakai bahan kimia, jadi 100 % organik murni yang ramah lingkungan. Juga pemakaian air sangat sedikit, air yang sudah dipakai dilakukan proses recycle sehingga dapat digunakan lagi. Soal limbah padat sisa dari proses pembuatan kertas bisa dibilang 0 %, karena semua dipakai.  Dan bukan berhenti sampai disitu, melalui jiwa seninya kertas jenis kraft dan kertas texture tersebut dirakit lagi menjadi handycraft boneka kucing-kucingan dari kertas, burung hantu, dompet, tas anyaman hingga tas kertas yang cantik beraura seni modern. Diharapkan dari hasil penemuan ini akan dapat memunculkan usaha-usaha kerajinan dan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan taraf ekonomi serta mengurangi jumlah pengangguran.

             Begitu juga dengan hasil kertas budaya atau kertas putih dari sampah organik pasar dan rumah tangga dapat digunakan oleh masyarakat berbagai lapisan, baik sekolah, kantor pemerintah dan swasta. Sehingga dapat mengurangi pemakaian kertas berbahan baku dari kayu yang didapat dari merusak hutan. Dengan memakai kertas ini akan terselamatkan hutan kita. Itu sebagian kecil dari aspek lingkungan dari penggunaan kertas berbahan baku sampah organik pasar dan rumah tangga. (*)


Kru MDGs DPD RI Sementara Menyusun Program

Monday, October 11, 2010

Pentingnya Gizi untuk Ibu hamil

Oleh: Wiku Andonotopo, M.D. dan Muhammad Thohar Arifin, M.D.

Pendahuluan

Krisis energi yang berakibat menurunnya daya beli masayarakat terutama kelompok dibawah garis kemiskinan akan memicu masalah yang lebih besar pada masa depan bangsa. Ibu hamil serta janinya rentan terhadap dampak krisis energi yang sedang terjadi. Asupan nutrisi saat ibu hamil akan sangat berpengaruh pada outcome kehamilan tersebut.

Kehidupan manusia dimulai sejak masa janin dalam rahim ibu. Sejak itu, manusia kecil telah memasuki masa perjuangan hidup yang salah satunya menghadapi kemungkinan kurangnya zat gizi yang diterima dari ibu yang mengandungnya. Jika zat gizi yang diterima dari ibunya tidak mencukupi maka janin tersebut akan mempunyai konsekuensi kurang menguntungkan dalam kehidupan berikutnya. Sejarah klasik tentang dampak kurang gizi selama kehamilan terhadap outcome kehamilan telah didokumentasikan oleh Stein & Susser pada tahun 1975. Masa paceklik di Belanda "The Dutch Fainine" yang berlangsung pada tahun 1944-1945, telah m?mbawa dampak yang cukup serius terhadap outcome kehamilan. Fenomena the Dutch Famine menunjukkan bahwa bayi-bayi yang masa kandungannya (terutama trimester 2 dan 3) jatuh pada saat-saat paceklik mempunyai rata-rata berat badan, panjang badan, lingkar kepala, dan berat placenta yang lebih rendah dibandingkan bayi-bayi yang masa kandungannya tidak terpapar masa paceklik dan hal ini terjadi karena adanya penurunan asupan kalori, protein dan zat gizi essential lainnya. (Stein & Susser 1975). Uraian di bawah akan membahas dampak buruk kekurangan asupan zat gizi pada kehamilan dan bagaimana pencegahannya.

Pembahasan

Kehamilan selalu berhubungan dengan perubahan fisiologis yang berakibat peningkatan volume cairan dan sel darah merah serta penurunan konsentrasi protein pengikat nutrisi dalam sirkulasi darah, begitu juga dengan penurunan nutrisi mikro. Pada kebanyakan negara berkembang, perubahan ini dapat diperburuk oleh kekurangan nutrisi dalam kehamilan yang berdampak pada defisiensi nutrisi mikro seperti anemia yang dapat berakibat fatal pada ibu hamil dan bayi baru lahir(Parra, B. E., L. M. Manjarres, et al. 2005). Pada kekurangan asupan mineral seng (zinc) dalam kehamilan misalnya, dapat berakibat gangguan signifikan pertumbuhan tulang. Pemberian asam folat tidak saja berguna untuk perkembangan otak sejak janin berwujud embrio, tetapi menjadi kunci penting pertumbuhan fungsi otak yang sehat selama kehamilan (Christiansen, M. and E. Garne 2005).

Kasus-kasus gangguan penutupan jaringan saraf tulang belakang (spina bifida) dan kondisi dimana otak janin tidak dapat terbentuk normal (anencephaly) dapat dikurangi hingga 50% dan 85% jika ibu hamil mendapat asupan cukup asam folat sebelum dia hamil. Ibu hamil harus mendapatkan asupan vitamin yang cukup sebelum terjadinya kehamilan karena pembentukan otak janin dimulai pada minggu-mingu pertama kehamilan, justru pada saat Sang ibu belum menyadari dirinya telah hamil (Obeid, R. and W. Herrmann 2005), ( Wen, S. W. and M. Walker 2005). Pada kasus-kasus dimana janin mengalami defisiensi asam folat, sel-sel jaringan utama (stem cells) akan cenderung membelah lebih lambat daripada pada janin yang dikandung ibu hamil dengan asupan asam folat yang cukup. Sehingga stem cells yang dibutuhkan untuk membentuk jaringan otak juga berkurang. Selain itu, sel-sel yang mati juga akan bertambah, jauh lebih besar daripada yang seharusnya (Santoso, M. I. and M. S. Rohman (2005).

Meski dalam jumlah terminimum sekalipun, keterbatasan nutrisi kehamilan (maternal) pada saat terjadinya proses pembuahan janin dapat berakibat pada kelahiran prematur dan efek negativ jangka panjang pada kesehatan janin. Sekitar 40 % wanita yang melahirkan prematur disebabkan oleh faktor yang tak diketahui (idiopatik). Penelitian pada hewan uji kemudian membuktikan adanya korelasi antara kelahiran prematur dengan kekurangan nutrisi sebelum kehamilan dimulai. Pada kehamilan normal, janin sendiri yang akan menentukan kapan dirinya akan memulai proses kelahiran. Pada hewan uji, telah diketahui kalau proses ini dimulai dari aktivasi kelenjar adrenal untuk memproduksi akumulasi mendadak cortisol di dalam darah. Akibatnya, terjadilah proses berantai yang berujung pada proses kelahiran, dan hal yang sama pula dianggap terjadi pada manusia. (Challis, J. R., S. J. Lye, et al. 2001).

Problemnya adalah jika kehamilan terjadi prematur. Pada kasus ini paru-paru dan organ-organ penting hanya memilik kemampuan minimum untuk berkembang dalam rahim guna mempersiapkan kehidupan di luar rahim nantinya. Para peniliti mempercayai bahwa cortisol dari kelenjar adrenal juga memacu pematangan dari sistem organ tubuh janin seperti paru-paru, dimana penting bagi bayi agar dapat langsung bernafas dengan mengembangkan paru-parunya seketika lahir. Jika tidak terdapat cukup cortisol untuk mematangkan paru-paru di dalam rahim, bayi yang lahir akan mengalami sindrom gawat nafas (respiratory distress syndrome) dan berlanjut pada keadaan asfiksia (lemas) dan kemudian meninggal. Ini adalah momok menakutkan dari kelahiran prematur (Challis, J. R., S. J. Lye, et al. 2001).

Penelitian pada hewan uji juga membutikan bahwa sekalipun keadaan nutrisi yang buruk dalam kehamilan diperbaiki dan kemungkinan dapat kembali ke keadaan normal, janin-janin dalam kasus di atas ternyata telah mengalami proses percepatan pematangan kelenjar adrenalnya yang memacu kelahiran prematur dalam waktu rata-rata 1 minggu. Wanita hamil harus berpikir untuk mendapatkan diet dan asupan makanan yang adekuat sebelum mereka tahu dirinya hamil, karena nutrisi yang cukup setelah kehamilan terjadi tidak dapat mengkompensasikan ketidakcukupan asupan nutrisi sebelum kehamilan. Meski dalam jumlah sekecil apapun kekurangan nutrisinya. Karena itu jika Anda merencanakan untuk hamil, diri Anda harus dalam kecukupan nutrisi sebelum Anda memulai kehamilan, karena jika tidak, bayi Anda kemungkinan besar akan lahir prematur.

Dalam dunia medis istilah pertumbuhan janin terhambat-PJT (intrauterine growth restriction) diartikan sebagai suatu kondisi dimana janin berukuran lebih kecil dari standar ukuran biometri normal pada usia kehamilan. Kadang pula istilah PJT sering diartikan sebagai kecil untuk masa kehamilan-KMK (small for gestational age). Umumnya janin dengan PJT memiliki taksiran berat dibawah persentil ke-10. Artinya janin memiliki berat kurang dari 90 % dari keseluruhan janin dalam usia kehamilan yang sama. Janin dngan PJT pada umumnya akan lahir prematur (37 minggu) (Gardosi, J. O. 2005).

Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT biasanya tampak kurus, pucat, dan berkulit keriput. Tali pusat umumnya tampak rapuh dam layu dibanding pada bayi normal yang tampak tebal dan kuat. PJT muncul sebagai akibat dari berhentinya pertumbuhan jaringan atau sel. Hal ini terjadi saat janin tidak mendapatkan nutrisi dan oksigenasi yang cukup untuk perkembangan dan pertumbuhan organ dan jaringan, atau karena infeksi. Meski pada sejumlah janin, ukuran kecil untuk masa kehamilan bisa diakibatkan karena faktor genetik (kedua orangtua kecil), kebanyakan kasus PJT atau KMK dikarenakan karena faktor-faktor lain. Beberapa diantaranya sbb:

* Faktor ibu: Tekanan darah tinggi, Penyakit ginjal, Kencing manis stadium lanjut, Penyakit jantung dan pernafasan, Malnutrisi, anemia, Infeksi, Penyalahgunaan obat narkotika dan alkohol dan, Perokok
* Faktor sirkulasi uteroplasenta: Penurunan aliran darah dari rahim dan plasenta, Abrupsio plasenta (plasenta lepas dari lokasi implantasi di rahim sebelum waktunya), Plasenta previa (plasenta berimplantasi di segmen bawah rahim) dan, Infeksi di sekitar jaringan janin
* Faktor janin: Janin kembar, Infeksi, Cacat janin dan, Kelainan kromosom

PJT dapat terjadi kapanpun dalam kehamilan. PJT yang muncul sangat dini sering berhubungan dengan kelainan kromosom dan penyakit ibu. Sementara, PJT yang muncul terlambat (>32 minggu) biasanya berhubungan dengan problem lain. Pada kasus PJT, pertumbuhan seluruh tubuh dan organ janin menjadi terbatas. Ketika aliran darah ke plasenta tidak cukup, janin akan menerima hanya sejumlah kecil oksigen, ini dapat berakibat denyut jantung janin menjadi abnormal, dan janin berisiko tinggi mengalami kematian. Bayi-bayi yang dilahirkan dengan PJT akan mengalami keadaan berikut :

* Penurunan level oksigenasi
* Nilai APGAR rendah (suatu penilaian untuk menolong identifikasi adaptasi bayi segera setelah lahir)
* Aspirasi mekonium (tertelannya faeces/tinja bayi pertama di dalam kandungan) yang dapat berakibat sindrom gawat nafas
* Hipoglikemi (kadar gula rendah)
* Kesulitan mempertahankan suhu tubuh janin
* Polisitemia (kebanyakan sel darah merah)

Pada kasus-kasus PJT yang sangat parah dapat berakibat janin lahir mati (stillbirth) atau jika bertahan hidup dapat memiliki efek buruk jangka panjang dalam masa kanak-kanak nantinya. Kasus-kasus PJT dapat muncul, sekalipun Sang ibu dalam kondisi sehat, meskipun, faktor-faktor kekurangan nutrisi dan perokok adalah yang paling sering. Menghindari cara hidup berisiko tinggi, makan makanan bergizi, dan lakukan kontrol kehamilan (prenatal care) secara teratur dapat menekan risiko munculnya PJT(Gardosi, J. O. 2005). Perkiraan saat ini mengindikasikan bahwa sekitar 65% wanita pada negara sedang berkembang paling sedikit memiliki kontrol 1 kali selama kehamilan pada dokter, bidan, atau perawat. Angkanya tinggi pada negara Amerika Latin dan Karibia (83%) sementara rendah pada negara Asia Selatan (51%) (Piaggio, G., H. Ba'aqeel, et al. 1998).

Penutup

Usaha untuk mencegah gizi buruk tidak harus menunggu berhasilnya pembangunan ekonomi sampai masalah kemiskinan dituntaskan. Pembangunan ekonomi rakyat dan menanggulangi kemiskinan memakan waktu lama. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa diperlukan waktu lebih dari 20 tahun untuk mengurangi penduduk miskin dari 40% (1976) menjadi 11% (1996). Data empirik dari dunia menunjukkan bahwa program perbaikan gizi dapat dilakukan tanpa harus menunggu rakyat menjadi makmur, tetapi perhatian pada golongan yang beresiko kekurangan asupan zat gizi akan membantu mengurai peliknya masalah kemiskinan. Dan diharapkan program perbaikan gizi menjadi bagian yang eksplisit dari program pembangunan untuk memakmurkan rakyat. (edited by T404AR?)

                           Pentingnya Gizi Pada Ibu Hamil

                                Foto : http://alisyarief.wordpress.com

Sejak abad XVI telah diketahui bahwa janin dalam kandungan membutuhkan zat-zat gizi dan hanya ibu yang dapat memberikanya oleh sebab itu makanan ibu hamil harus cukup berdua, yaitu untuk ibu sendiri dan anak yang ada dalam kandungan.
Makanan yang mencakup mengandung Zat-Zat gizi selama hamil sangat penting artinya. Berbagai hasil penelitian menunjukan bahwa apabila jumlah makanannya dikurangi maka berat bayi akan dilahirkan menjadi penting.Gizi yang kuat selama hamil akan mengurangi resiko dan komplikasi pada ibu, menjamin pertumbuhan jaringan sehingga bayi baru lahir memiliki berat badan optimal.
Komplikasi pada ibu yang mungkin terjadi adalah anemia dan preeklampsi . Selain berat badan janin yang lebih kecil, menyebabkan pula pertumbuhan dan perkembangan otak dan janin tidak sempurna. Ibu hamil yang cukup makannya akan mendapatkan kenaikan berat badan rata-rata selama hamil adalah 9 – 13,5 kg. Kenaikan berat badan ini terjadi terutama dalam 20 minggu terakhir. Bila kenaikan berat badan kurng dari 9 kg atau lebih dari 13,5 kg harus dilakukan pemantauan yang cermat.Kenaikan berat badan dalam kehamilan disebabakan oleh hasil konsepsi yaitu : fetus, plasenta, liquor amnii, uterus, mammae, darah, lemak protein, serta retensi air.   
 
http://shafamarwah.co.cc/?p=55

Thursday, October 7, 2010

"MDGs Tak Akan Tercapai Tanpa Kemudahan Akses Obat"


CIKARANG - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih sangsi jika tujuan pemerintah untuk menekan kemiskinan sebagai pencapaian Millenium Development Goal's (MDGs) dapat terwujud jika pada kenyataannya masih besarnya disparitas di bidang kesehatan seperti sulitnya masyarakat dalam memperoleh akses obat-obatan.



"Pencapaian MDGs tidak akan terwujud tanpa tersedianya akses yang memadai terhadap obat-obat esensial," ujarnya usai meresmikan pabrik pengemasan obat di Cikarang (Selasa 5/10/2010).

Obat-obat esensial yang dimaksudkan Menkes adalah terutama obat yang digunakan pada program kesehatan ibu, anak dan pengendalian penyakit.

Menurutnya penurunan angka kematian ibu menjadi 102 per 100 ribu kelahiran anak sesuai dengan target MDGs membutuhkan akses obat dalam upaya pertolongan persalinan ibu.

"Tersedianya akses ini berarti terjaminnya ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat beserta aspek keamanan, khasiat dan mutu sehngga upaya pelayanan kesehatan dapat berjalan optimal," ujarnya.
Dikatakan oleh Menkes, bahwa ketersediaan terhadap obat dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu harga obat, pembiayaan yang berkelanjutan, penggunaan obat yang rasional, serta sistem pelayanan kesehatan dan sistem suplai.

Karena itulah Menkes sangat mendukung upaya untuk optimalisasi industri di Indonesia yang juga dapat menjadi farktor terpenting dalam ketersedian akses obat kepada masyarakat, sebagai upaya pencapaian MDGs.(adn)(rhs)
okezone.com

Saturday, October 2, 2010

Luar Biasa! Heni Chandra

 

Jarang ada tuna netra bisa menyanyi dengan merdu sembari seirama dengan gitar yang dapat dimainkannya, improvisasi suara menambah penonton makin terpukau.

Friday, October 1, 2010

Mencapai MDGs dan Ketahanan Pangan Perlu Statistik

Jakarta, 3/5 (ANTARA) - Data dan statistik memiliki peran yang penting dalam mendukung tugas FAO yang utama, yakni memonitor kemajuan pencapaian MDGs (Millenium Development Goals), Ketahanan Pangan (Food Security), Perubahan Iklim (Climate Change) serta memerangi kelaparan yang diharapkan menjadi tinggal separoh pada tahun 2015", demikian diungkapkan Hiroyuki Konuma, perwakilan FAO untuk wilayah Asia-Pacific, sekaligus sebagai Asisten Direktur Jendral FAO, pada Sidang Komisi Asia-Pasifik untuk Statistik Pertanian (APCAS), FAO, di Siem Reap, Kamboja, yang berlangsung tanggal 26 - 30 April 2010.

     Dalam pertemuan yang dihadiri oleh 71 delegasi dari 17 negara Asia-Pasifik tersebut dilakukan ulasan terhadap perkembangan statisitik pertanian dan perikanan, pertukaran gagasan antar pakar dan anggota delegasi, serta menyampaikan rekomendasi.

     Statistik pertanian dan perikanan di Asia-Pasifik ini menjadi penting, walaupun terdapat kecepatan transformasi ekonomi di kawasan ini, tetapi karena besarnya populasi dan relatif rendahnya pendapatan perkapita dibanding Amerika Selatan, Timur Dekat dan Afrika Utara, maka diperkirakan lebih dari 60 persen penduduknya kekurangan pangan. Kajian FAO terbaru menunjukkan bahwa di Asia-Pasifik pada tahun 2009 masyarakatnya yang menghadapi kelaparan kronis adalah 642 juta orang, padahal pada tahun 2004-2006 adalah sekitar 566 juta.

     Memang krisis keuangan global pada tahun 2008 dan krisis harga pangan memiliki peran yang besar dalam kemunduran pencapaian MDGs. Diperkirakan terdapat tambahan 144 juta penduduk dunia mengalami kerawanan pangan tahun 2009, di mana 76 juta atau 53 persen adalah dari kawasan Asia-Pasifik. Proporsi penderita kelaparan dari total penduduk semakin bertambah, sehingga mendekati 18 persen pada tahun 2009, dari tahun 2006 yang dalam proporsi "hanya" 16 persen. Ini berarti kondisi terburuk pertama sejak pencanangan Revolusi Hijau pada tahun 1960-an.

     Sehubungan dengan hal tersebut, APCAS menganggap penting statistik pertanian dan perikanan lebih diterapkan secara serius melalui strategi global, yakni penetapan data utama bagi statistik internasional, memasukkan statistik pertanian dan perikanan dalam sistem statistik nasional setiap negara, serta mengupayakan keberlanjutan mekanisme dan pengelolaannya. Namun ironisnya kenyataan saat ini yang terjadi adalah berkurangnya dukungan terhadap statistik, terbukti dari menurunnya sumber dana yang diperoleh bagi program ini di FAO.

     Tantangan Teknis

    
Di samping hal tersebut di atas, permasalahan yang dihadapi statistik pertanian dan perikanan sangat kompleks. Kondisi SDM berbagai negara yang menangani statistik juga masih dirasa sangat lemah. Sistem perstatistikan di berbagai negara juga banyak yang berbeda. Misalnya dalam menetapkan kategori "petani kecil", perbedaannya sangat besar antara negara satu dengan lainnya.

     Kategori tersebut dapat dipahami kerumitannya, sebab bila didasarkan penguasaan tanah petani, kisarannya adalah sangat besar. Rata-rata penguasaan tanah oleh petani di dunia adalah 5,5 hektar. Di Asia hanya 1.0 ha, bahkan Indonesia sekitar 0,25-0,5 ha. Afrika 11,5 ha, Amerika Selatan 74,4 ha, adapun Amerika Tengah dan Utara rata-rata 117,8 ha.

     Oleh karenanya, penetapan definisi petani kecil di berbagai negara akhirnya menjadi beraneka ragam. Ada yang berdasarkan penguasaan tanah, ada yang berdasarkan tenaga kerja yang dipergunakan, yakni bila tanpa menggunakan tenaga di luar keluarga dianggap petani kecil. Ada pula yang menggunakan potensi pendapatan yang diperoleh, seperti di Eropah menggunakan Standard Gross Margins (SGM), yakni tipe usaha yang dijalankan dan keuntungan yang diperoleh. Bagi peternak ada yang didasarkan jumlah ternak yang dimiliki, atau modal usaha yang digunakan. Dalam sektor perikanan, banyak yang atas dasar jumlah, jenis dan ukuran kapal yang dimiliki. Untuk pembudidaya ikan hampir sama dengan petani.


Proposal Indonesia

    
Indonesia relatif memiliki kemajuan dalam statistik pertanian dan perikanan, diuntungkan telah merupakan bagian dari sistem statistik nasional, bersifat sentralistik, terintegrasi, menjalankan sensus secara reguler dan terpisah namun terkoordinasi antara pertanian dan perikanan.

     Dalam sidang APCAS tersebut Indonesia mengusulkan agar FAO menghimbau negara dan para penyandang dana di dunia untuk meningkatkan perhatian terhadap statistik pertanian dan perikanan, sehubungan dengan misi guna mencapai MDGs serta "Food and Nutrition Security". Usulan ini didukung luas oleh para anggota delegasi, dan disetujui oleh Komisi.

     Food Security (Ketahanan Pangan) dan Nutrition Security (Ketahanan Gizi) ini sengaja dimasukkan untuk sama-sama diperhatikan, sebab memperhatikan tuntutan sosial ekonomi masyarakat dunia saat ini, tidak hanya menuntut ketersediaan secara kuantitatif, tetapi juga kualitatif. Dengan demikian yang diperhatikan tidak hanya padi atau biji-bijian lain semata, tetapi juga ternak dan ikan, sebagai sumber protein.

     FAO juga diharapkan oleh Indonesia untuk memperhatikan subsistem statistik dunia yang dengan pesat dipengaruhi oleh perkembangan industri perikanan, seperti semakin aktifnya Regional Fisheries Management Organization (RFMO), program Sertifikat Hasil Tangkap (Catch Certification), Port State Measures yang bertujuan untuk melaksanakan program Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF), yang ditetapkan oleh FAO. Peserta delegasi Indonesia yang menghadiri sidang APCAS di Siem Reap, Kamboja, adalah Bambang Heru Santosa dari BPS, Soen'an H. Poernomo dan Agus Suryadi dari Pusdatin KKP, M. Tassim Billah dan Djoko Husodo dari Kementerian Pertanian.

     Untuk keterangan lebih lanjut, silakan menghubungi Dr. Soen'an H. Poernomo, M.Ed, Kepala Pusat Data, Statistik, dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan, HP.0816193391

Korupsi, Kemiskinan, dan MDGs


Di tengah sumber daya alam melimpah tampaknya antara korupsi dan kemiskinan telah berjalan sinergi di negeri kita yang baru saja memperingati kemerdekaan ke 65. Upaya Indonesia menurunkan angka kemiskinan dalam 10 tahun terakhir tidak berwujud nyata. Jumlah penduduk miskin tetap saja memprihatinkan dan tinggi. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa angka ukuran kemiskinan nasional pada tahun 1990 mencapai 27,2 juta atau 15,1 persen dari total penduduk. Sedangkan pada tahun 2009 terdapat jumlah 32,53 juta jiwa penduduk miskin. Atau sekitar 14,15 persen dari total jumlah penduduk 231.37 juta orang. Sementara per Maret 2010 sebanyak 31,02 juta orang atau 13,33 persen dari jumlah penduduk Indonesia sebanyak 237,6 juta.

Data tersebut itu pun masih menjadi perdebatan. Dengan ukuran kemiskinan pendapatan standar kecukupan hidup 1 Dolar AS per hari, kalau yang digunakan 2 Dolar AS per hari, jumlah orang miskin tentunya bisa lebih membengkak lagi. Meski secara data statistik sedikit terjadi penurunan yang tidak berarti.

Di tengah gencarnya agenda program membangun strategi "tiga jalur" (triple track strategy) yaitu pro-kaum miskin (pro-poor), pro-pertumbuhan (pro-growth), dan pro-lapangan kerja (pro-job) di Kabinet Bersatu Jilid II ini tercatat dalam laporan peringkat negara terkorup yang dikeluarkan pada bulan Maret 2010 oleh Political and Economic Risk Consultancy Indonesia menduduki peringkat terkorup dari 16 negara di Asia Tenggara. 

Korupsi dan Kemiskinan telah terlanjur menjadi kombinasi buruk bagi pencitraan Indonesia. Peringatan Dana Moneter Internasional (IMF) juga datang baru-baru ini terhadap Indonesia akan bahaya korupsi yang biasanya melalui jaur resmi pemerintah maupun orang sekitar atau keluarga akan menghambat proses kemajuan.

Selain dari itu tata kelola pemerintahan dan kelembagaan  yang tidak kuat dan birokrasi yang dipenuhi praktek korupsi di segala lini telah melengkapi kesengsaraan rakyat dan kesenjangan ekonomi di Indonesia.
Tujuan Pembangunan Millenium




Pada September 2000 para pemimpin dunia bertemu di New York mendeklarasikan sebuah optimisme dan tujuan besar yang dikenal dengan "Tujuan Pembangunan Millenium" (Millenium Development Goals - MDGs). Dengan harapan pencapaian tujuan pada tahun 2015.
Poin pertama dari ke delapan tujuan yang dideklarasikan pada pertemuan tingkat tinggi PBB tersebut adalah memberantas kemiskinan dan kelaparan ekstrem. Bagi Indonesia persoalan kemiskinan masih menjadi isu serius. Upaya menurunkan tingkat kemiskinan 10 tahun terakhir terlihat masih kedodoran. 

Poin tujuan kedua MDGs adalah mewujudkan pendidikan dasar untuk semua. Dengan pendapatan tepat di garis ambang di bawah 1 Dolar AS per hari per orang tentunya dipertanyakan kualitas hidup yang dijalani masyarakat dan kualitas pendidikan untuk dapat membekali anak-anak dan generasi muda.

Tujuan MDGs ketiga, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Menurut Amnesty International dan beberapa pandangan yang bervariasi mengenai optimisme pencapaian sasaran MDGs dalam kurun waktu tersisa lima tahun serta menyongsong pelaksanaan pertemuan tingkat tinggi PBB dalam mengevaluasi pencapaian MDGs tanggal 22 hingga 23 September mendatang di New York. Bahwa, tujuan pembagunan millenium gagal dalam mengentaskan kemiskinan. Pemerintah mengabaikan hak-hak asasi manusia. Diperkirakan 70 persen dari mereka yang miskin adalah kaum perempuan yang secara realitas bahwa MDGs telah gagal dalam mengentaskan kelompok penduduk miskin serta luasnya diskriminasi yang dialami kaum perempuan.

Di tengah kemajuan kaum perempuan Indonesia di sisi lain kaum perempuan bagi sebagian masyarakat miskin masih banyak dipandang bukan sebagai sumber potensial dalam meningkatkan pendapatan keluarga. Demikian pula pada kebijakan hukum dan pratek pemerintahan masih sering dihadapkan pada hal-hal yang bersifat bias jender dan bersifat diskriminatif.  

Poin keempat menurunkan angka kematian anak. Dan, kelima adalah meningkatkan kesehatan ibu hamil. Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon melihat kematian anak dan peningkatan kesehatan ibu hamil secara global adalah tujuan tujuan MDGs yang pencapaiannya paling lambat dan mengingatkan Negara-negara pendukung MDGs untuk mengurangi angka kematian anak di bawah umur lima tahun dan menurunkan angka kematian ibu.

Keenam, memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya. Survei Demografi dan kesehatan Indonesia dan catatan Kementerian kesehatan bahwa kasus HIV/AIDS terus bertambah dan sulit dikendalikan. Kasus AIDS selama lima tahun terakhir meningkat delapan kali lipat yaitu sampai dengan Juni 2010 tercatat ada 21,770 kasus.

Ketujuh, kelestarian lingkungan. Berbagai tragedi dan kerusakan lingkungan terjadi di negeri ini dalam kurun waktu dua puluh tahun terakhir. Sampai hari ini masyarakat pesisir dan  nelayan masih menjadi komunitas terpinggirkan yang kehilangan hak hidup sehingga tetap berkutat pada lingkaran kemiskinan di sepanjang 95,181 ribu km garis pantai Nusantara.

Empat juta kepala keluarga masyarakat pesisir yang bermukim di 8.090 desa, ternyata 32 persen di antaranya hidup miskin (Saad, 2009) sehingga terpaksa menebang bakau, menambang terumbu karang untuk menopang kehidupannya, dan karena kemiskinan itu pula akhirnnya berdampak pada meluasnya kerusakan ekosistem.

Poin terakhir adalah mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Merancang dan mengembangkan program penanggulangan kemiskinan dan pengangguran yang efektif di Indonesia adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan energi yang cukup besar.

Prof David T Ellwood, Guru Besar Ekonomi dan Dekan Harvard Kennedy School menyampaikan Presidential Lecture di Istana Negara, 15 September lalu mengingatkan bahwa elemen atau syarat yang diperlukan dalam menghapus kemiskinan adalah ekonomi yang kuat, keunggulan komparatif jangka panjang,
kelembagaan dan pemerintahan yang kuat dan efektif (penegakan rule of law yang kredible yang mampu mengurangi praktik korupsi), serta program bagi kaum miskin yang dirancang dengan seksama (thoughtfully constucted).

Sebenarnya apa yang disampaikan oleh Ellwood bukan hal baru di Indonesia. Pertumbuhan ekonomi yang kuat adalah suatu elemen yang memang harus dimiliki suatu negara untuk menghapus kemiskinan demikian pula kelembagaan dan pemerintahan yang kuat telah berjalan di negeri kita. Namun, telah mengalami banyak hambatan dan belum optimal.  

Target prioritas sasaran MDGs ialah menjamin penghapusan kemiskinan dan kelestarian lingkungan, menopang kesehatan, mengurangi tingkat kematian ibu melahirkan, mengurangi kematian bayi, dan sebagainya tentu memerlukan kerja sama dan prilaku korupsi pejabat harus dihilangkan di bumi pertiwi.

(Penulis adalah anggota Perhimpunan Alumni Jepang (PERSADA), tinggal di Jl Sunu FX-5 Kompl Unhas Baraya Makassar)

                                                         Miskin Dilarang Merampok

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews