Tuesday, December 1, 2015

30 Anak di Banten Terjangkit HIV/AIDS


Awas, HIV/AIDS Bisa Terjangkit Pada Anak-anak

indopos.co.id – Peredaran HIV/Aids di Provinsi Bengkulu terus menyebar. Penyakit mematikan ini tidak hanya terjangkit oleh orang dewasa, melainkan juga anak-anak baru lahir yang disebabkan orang tuanya terjangkit penyakit tersebut.
Berdasarkan data yang dimiliki Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, secara keseluruhan penyakit tersebut sudah mencapai 870 kasus, 50-an diantaranya adalah anak-anak. Sedangkan dalam kurun waktu Januari-November 2015, terdapat 92 kasus.
“Pengidapnya bukan hanya warga Kota Bengkulu, tapi juga kabupaten seperti Mukomuko, Curup, Bengkulu Selatan dan Lebong. Khusus untuk data tahun ini, yang terjangkit adalah usia produktif,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, H Amin Kurnia SKM MM, kemarin.
Dijelaskan Amin, sebagian besar terjangkitnya penyakit tersebut bearasal dari berhubungan seksual, sedangkan dari alat cukur dan lainnya belum ditemukan di Bengkulu.
“Penularannya utamanya melalui hubungan seksual, sedangkan bagi anak baru lahir karena orang tuanya terjangkit,” ujarnya.
Menurutnya, bagi orang tua yang anak-anaknya terjangkit tidak perlu khawatir, karena obat untuk menjaga kekebalan tubuh bisa didapat dengan mudah, bahkan secara gratis di klinik di RSUD M Yunus Bengkulu. Demikian juga kepada orang dewasa yang positif, Dinkes telah membuka klinik konseling agar mereka menyadari bahwa mereka sudah terjangkit sehingga saat mau berhubungan badan harus menggunakan kondom.
“Kendalanya mereka tidak mau karena malu,” ucapnya.
Untuk memproteksi menularnya HIV/Aids ini kepada anak yang baru lahir, Amin menyarankan kepada pasangan yang ingin menikah harus memeriksa dirinya terlebih dahulu apakah mereka positif atau negatif. Sebab, jika calon orang tua sudah positif, maka anaknya pun sudah bisa dipastikan positif HIV/Aids karena sejumlah penelitian menemukan bahwa orang tua terjangkit HIV/Aids maka anaknya pasti ikut terjangkit.
“Kalau mereka tetap mau punya anak, dapat mempersiapkannnya dari awal terutama masalah obat agar anaknya tetap sehat dan bisa bertahan hidup,” demikian Amin.(and)
- See more at: http://www.indopos.co.id/2015/12/awas-hivaids-bisa-terjangkit-pada-anak-anak.html#sthash.9W3bxQE2.dpuf

Serambibanten.com - Sepanjang 2015, tercatat ada 30 anak di Provinsi Banten yang terjangkit Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS).

Hal itu diungkap oleh sumber internal dari Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Provinsi Banten dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi Banten.

Ketua LPA Provinsi Banten, Iip Syaripudin, mengatakan sedianya memang belum banyak kasus HIV/AIDS yang terungkap di Banten.

“Bisa jadi jumlahnya lebih banyak lagi, karena korban tidak berani melapor,” ujar Iip, Selasa (1/11/2015). “Kami belum mempunyai data lengkapnya, tapi kemungkinan bisa saja,” ujarnya.
Kemungkinan itu pun dibenarkan oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Arist Merdeka Sirait. Itu mengingat dari data nasional, Banten masuk jajaran daerah yang memiliki anak terjangkit HIV/AIDS.

“Saya yakin yang terungkap lebih banyak, secara nasional kan ada datanya, dan Banten masuk salah satunya, yang tinggi memang di Jawa Barat. Itu karena jumlah penduduknya banyak dan banyak yang melapor,” ujarnya setelah mengisi salah satu acara di Pendopo Gubernur KP3B.

Arist melanjutkan, kondisi tersebut menunjukan bahwa perhatian dan program Pemerintah masih kurang efektif dalam hal menyikapi persoalan-persoalan anak-anak.

“Pemerintah harus serius dalam membetuk program, jangan program yang bersifat proyek tapi program yang berbasis pada masyarakat,” ujarnya.

http://www.serambibanten.com/30-anak-di-banten-terjangkit-hivaids/

28.060 Orang Remaja di Indonesia Sudah Terinfeksi HIV, Hindarilah Seks Bebas

JAKARTA, – Kalangan remaja berusia 15-24 tahun merupakan kelompok yang rentan terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), hingga September 2015 menunjukkan, remaja yang terinfeksi HIV berjumlah 28.060 orang (15,2 persen). Sebanyak 2089 orang (3 persen) di antaranya sudah dengan AIDS.

"Jumlah itu kumulatif dari tahun 1987, ya. Jumlah ini adalah fenomena gunung es. Angka itu yang berhasil kita temukan," ujar Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Sigit Priohutomo seusai acara Gebyar Remaja Indonesia Peduli HIV/AIDS di Gedung Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Sabtu (19/12/2015).

Penularan HIV tertinggi karena perilaku seks berisiko. Sedangkan penularan dari pemakaian jarum suntik sudah mulai menurun.

Menurut Sigit, penularan HIV terjadi karena kurangnya pengetahuan di kalangan remaja. Remaja harus paham pentingnya kesehatan reproduksi dan menghindari seks bebas untuk mencegah penularan HIV.

Mengapa remaja menjadi kelompok yang rentan terinfeksi HIV? Psikolog Ratih Ibrahim menambahkan, pada saat remaja, yakni sudah memasuki masa pubertas akan muncul ketertarikan terhadap lawan jenis. Remaja merasakan jatuh cinta, berpacaran, dan muncul gairah seksual.
Sayangnya, para remaja ini belum tentu matang secara emosional. Tanpa pengetahuan yang benar, remaja ini rentan melakukan perilaku seks berisiko dan tertular HIV.

"Remaja ini harus dapat informasi yang benar. Bahayanya kalau mereka dapat informasi tersesat hanya dengan tanya teman atau tanya google," terang Ratih.

Untuk itu, menurut Ratih para remaja harus diisi dengan kegiatan yang positif. Ratih menegaskan, remaja dikatakan keren bukan dilihat dari banyaknya pacar atau sudah melakukan hubungan seksual, melainkan dari banyaknya kegiatan positif dan prestasi yang diperoleh.
was, HIV/AIDS Bisa Terjangkit Pada Anak-anak
Awas, HIV/AIDS Bisa Terjangkit Pada Anak-anak


http://www.indopos.co.id/2015/12/awas-hivaids-bisa-terjangkit-pada-anak-anak.html




Liputan6.com, Jakarta “Cegah dan lindungi diri, keluarga, masyarakat dari HIV dan AIDS”, teriak Agus Badrullah, seorang aktifis HIV/AIDS.

Agus Badrullah sempat menjadi salah satu pembicara dalam talkshow HIV & AIDS Bersama KPA Kota Surakarta. Dalam talkshow tersebut hadir seorang ibu rumah tangga penderita ODHA, ditulis Selasa (1/12/2015).

Data yang dimuat oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penderita ODHA tertinggi memang berada pada kalangan ibu rumah tangga. Data tersebut didapatkan dengan melakukan tes HIV terhadap ibu rumah tangga yang tidak terjangkit, tetapi rentan tertular dari para suami mereka. Para ibu rumah tangga ini dapat terjangkit apabila suaminya memiliki perilaku yang berisiko tinggi, seperti menggunakan jarum suntik dan para suami penikmat ‘pembeli’ seks.

Surarti, seorang ibu rumah tangga yang positif HIV pada 2009, mengaku bahwa ia tidak mengetahui apa dan siapa yang menyebabkan ia harus menghadapi hidup sebagai ODHA. “Saya merasa syok dan hancur saat saya divonis positif HIV”, ujarnya.

Surarti adalah seorang ibu rumah tangga yang sehari-hari hanya di rumah. Ketika ia divonis, ia merasa tidak mempunyai semangat hidup lagi. Ironisnya, Suharti adalah seorang janda. Ketika Suharti divonis sebagai ODHA, suaminya sudah meninggal karena sakit yang tidak diketahui. “Saya tahunya suami saya hanya sakit, lalu saya memutuskan untuk merawatnya di rumah sakit, lalu seketika ia meninggal.

"Saya tidak mengerti kalau ternyata suami saya terkena HIV/AIDS”, katanya. Suharti mendadak depresi akut sejak ia divonis jadi ODHA. Hingga saat ini pun Suharti tidak mengetahui apa yang menyebabkan dirinya menderita HIV/AIDS. Setelah ia bangkit dari keterpurukan selama berminggu-minggu, ia mulai mengubah pola pikirnya dengan mengikuti segala aktivitas maupun talkshow seputar HIV dan AIDS.

Ini hanyalah sebagian kecil perjalanan hidup seorang ibu rumah tangga yang berpotensi sangat tinggi sebagai ODHA di Indonesia. Satu Desember ini diperingati sebagai hari untuk menyadarkan seluruh masyarakat di dunia untuk menjauhkan HIV dan AIDS serta merangkul para penderita ODHA dengan memberikan motivasi serta meningkatkan semangat hidup ODHA.

Sumber: http://health.liputan6.com/read/2379154/banyak-ibu-rumah-tangga-tak-tahu-kenapa-dirinya-jadi-odha


Memprihatinkan, Penderita HIV/AIDS di Makassar Capai 7.000 Orang

Rimanews - Jumlah penderita HIV/AIDS Makassar pada tahun 2015 sangat memprihatinkan, karena sudah menyentuh angka 7.000 orang lebih.  

"Penderita HIV/AIDS jumlahnya sudah sangat memprihatinkan, bahkan saat ini di kota Makassar tercatat lebih dari 7.000 orang positif terkena virus mematikan ini," ujar Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Makassar Syamsu Rizal di Makassar, Selasa (01/12/2015).

Dia mengatakan, jumlah penderita HIV/AIDS itu diperolehnya melalui hasil pemeriksaan darah baik yang dilakukan oleh PMI, Rumah Sakit (RS) dan Puskesmas.

Meskipun dalam hitungan cukup banyak, namun jika berdasarkan angka persentase dari populasi penduduk angkanya jauh lebih sedikit karena masih banyak warga Makassar yang tidak pernah memeriksakan darahnya.

"HIV/AIDS itu seperti fenomena gunung es, misalnya terdata satu orang yang positif terkena HIV/AIDS, pada kenyataanya angka satu itu bisa mewakili 10 orang korban," katanya.

Deng Ical sapaan akrabnya itu mengatakan penyebaran HIV/AIDS didominasi melalui pola hubungan seksual yang tidak aman. Masih banyak pengidap yang tidak menyadari dirinya terinfeksi HIV/AIDS, lalu mereka melakukan hubungan seksual dan menularkan kepada pasangannya.

"Cara paling baik agar terhindar dari virus ini adalah setia sama pasangan, jangan coba nakal di luar karena dampaknya sangat menyeramkan bagi pasangan kita," pesannya.

Syamsu Rizal yang juga Wakil Wali Kota Makassar itu menjelaskan jika HIV atau Human Immunodeficiency Virus itu sendiri adalah virus yang merusak sistem pertahanan atau kekebalan tubuh Sementara AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala yang timbul akibat seseorang terjangkit virus HIV. Setiap 1 Desember diperingati sebagai hari AIDS sedunia.

"Peringatan hari AIDS sedunia yang jatuh pada hari ini itu bertujuan untuk mengingatkan kita bahaya virus mematikan ini. HIV/AIDS dan Narkoba saat ini sudah super daruratmi, karena bisa merusak masa depan kita dan pelanjut kita," tuturnya.

Menurut dia, setiap pendonor yang mendonorkan darahnya PMI, kualitas darahnya akan diteliti untuk diketahui apakah layak digunakan atau tidak. Dari pemeriksaan itu dapat diketahui pendonor menderita penyakit menular atau tidak, seperti HIV, Hepatitis, Malaria dan sipilis.

"Itulah mengapa penerima darah harus membayar, biaya tersebut adalah biaya penganti untuk proses pengolahan darah, pengadaan kantung, pemeriksaan HB, uji saring penyakit, uji cocok serasi, penggantian alat, pemeliharaan, dan biaya penunjang lainnya, bahkan PMI biasa harus mengeluarkan biaya lebih," ungkapnya.

http://nasional.rimanews.com/peristiwa/read/20151202/248437/Memprihatinkan-Penderita-HIV-AIDS-di-Makassar-Capai-7-000-Orang 

 

Penderita HIV/AIDS di Cirebon Meningkat Tiap Tahun

Cirebon, HanTer - Penderita virus HIV/AIDS di Cirebon, Jawa Barat, dari tahun ke tahun terus meningkat dan Komisi Penanggulangan AIDS gencar mengadakan kaderisasi serta workshop kepada masyarakat sekitar.
 
"Penderita HIV/AIDS pada tahun 2014 ada 674 orang dan tahun ini sudah meningkat yaitu menjadi 690 lebih," kata Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS Kota Cirebon Sri Maryati di Cirebon, Sabtu (7/11).
 
Peningkatan penderita virus tersebut didominasi oleh usia produktif yaitu dari umur 15 tahun sampai 38 tahun dan ini mencapai 60 persen dari keseluruhan penderita HIV/AIDS.
"Ada 23 remaja penderita virus tersebut dan ini merupakan hasil penularan melalui hubungan sesama jenis dan hubungan seks yang beresiko, akan tetapi jumlah yang paling mendominasi yaitu umur antara 15-38 tahun," ujarnya.
 
Dengan meningkatnya penderita, pihaknya bekerjasama dengan berbagai lembaga untuk sosialisasi bahya virus tersebut dan juga pihaknya menjadikan beberapa golongan masyarakat termasuk remaja untuk bergabung menjadi kader Penanggulangan dan Pencegahan AIDS.
 
Kaderisasi itu bertujuan untuk sosialisasi kepda masyarakat yang terindikasi maupun yang belum agar bisa memeriksakan juga menjauhi bahayanya virus tersebut.
 
"Kami adakan workshop kepada remaja yang ada disekitar Cirebon dan juga utusan dari kampus sekitar," tuturnya.
 
Ia berharap dengan adanya kader Penanggulangan dan Pencegahan AIDS angka penderita semakin bisa ditekan lagi, karena menurutnya sudah ada 55 nyawa yang mati sia-sia terkena virus itu.
 
"Kami berharap angka kematian bisa ditekan yang mana sekarang ini jumlahnya sudah mencapai 55 orang yang mati terkena virus HIV/AIDS," tambahnya.
 
(ruli)

http://www.harianterbit.com/hanterhumaniora/read/2015/11/07/46813/40/40/Penderita-HIVAIDS-di-Cirebon-Meningkat-Tiap-Tahun
 

Naudzubillah, Jumlah Penderita HIV/AIDS di Indonesia Terus Meningkat

Jakarta (SI Online) - Jumlah penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dalam sepuluh tahun terakhir secara umum meningkat. Peningkatan ini sejalan dengan makin banyaknya masyarakat yang sadar dan melakukan tes HIV.
Direktur Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Sigit Priohutomo, mengatakan meningkatnya jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia layaknya fenomena gunung es. Namun fenomena tersebut perlahan tapi pasti mulai terangkat.
"Makin banyak yang terdeteksi, makin terangkat gunung esnya. Semakin banyak juga masyarakat yang mau melakukan tes dan mengetahui statusnya," kata Sigit dalam temu media di Gedung Kemenkes, Jalan HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (30/11), seperti dikutip Metrotvnews.com. 
Menurutnya, hal tersebut juga tidak lepas dari pergeseran target program deteksi dini dan screening. Dulu, kata Sigit, yang dites hanya kelompok kunci, yang diduga mengidap HIV.
"Sekarang tes juga dilakukan ke populasi umum, terutama ke ibu rumah tangga. Ibu rumah tangga menjadi salah satu kelompok pengidap HIV yang tinggi," imbuhnya.
Menurut data Kemenkes, sejak tahun 2005 sampai September 2015, terdapat kasus HIV sebanyak 184.929 yang didapat dari laporan layanan konseling dan tes HIV. Jumlah kasus HIV tertinggi yaitu di DKI Jakarta (38.464 kasus), diikuti Jawa Timur (24.104 kasus), Papua (20.147 kasus), Jawa Barat (17.075 kasus) dan Jawa Tengah (12.267 kasus).
Kasus HIV Juli-September 2015 sejumlah 6.779 kasus. Faktor risiko penularan HIV tertinggi adalah hubungan seks tidak aman pada heteroseksual (46,2 persen) penggunaan jarum suntik tidak steril pada Penasun (3,4 persen), dan LSL (Lelaki sesama Lelaki) (24,4 persen).
Sementara, kasus AIDS sampai September 2015 sejumlah 68.917 kasus. Berdasarkan kelompok umur, persentase kasus AIDS tahun 2015 didapatkan tertinggi pada usia 20-29 tahun(32,0 persen), 30-39 tahun (29,4 persen), 40-49 tahun (11,8 persen), 50-59 tahun (3,9 persen) kemudian 15-19 tahun (3 persen).
Kasus AIDS di Indonesia ditemukan pertama kali pada tahun 1987. Sampai September 2015, kasus AIDS tersebar di 381 (77 persen) dari 498 kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia.
Wilayah pertama kali ditemukan adanya kasus AIDS adalah Provinsi Bali. Sedangkan yang terakhir melaporkan adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2011.
red: ummu syakira
http://www.suara-islam.com/read/index/16291/Naudzubillah--Jumlah-Penderita-HIV-AIDS-di-Indonesia-Terus-Meningkat

Adakah obat untuk HIV

Adakah obat untuk HIV?
Tidak. Tidak ada obat yang dapat sepenuhnya menyembuhkan HIV/AIDS. Perkembangan penyakit dapat diperlambat namun tidak dapat dihentikan sepenuhnya. Kombinasi yang tepat antara berbagai obat-obatan antiretroviral dapat memperlambat kerusakan yang diakibatkan oleh HIV pada sistem kekebalan tubuh dan menunda awal terjadinya AIDS.

Jenis pengobatan dan perawatan apakah yang tersedia?
Pengobatan dan perawatan yang ada terdiri dari sejumlah unsur yang berbeda, yang meliputi konseling dan tes mandiri (VCT), dukungan bagi pencegahan penularan HIV, konseling tindak lanjut, saran-saran mengenai makanan dan gizi, pengobatan IMS, pengelolaan efek nutrisi, pencegahan dan perawatan infeksi oportunistik (IOS), dan pemberian obat-obatan antiretroviral.

Apakah obat anti retroviral itu?
Obat antiretroviral digunakan dalam pengobatan infeksi HIV. Obat-obatan ini bekerja melawan infeksi itu sendiri dengan cara memperlambat reproduksi HIV dalam tubuh.

Bagaimana cara kerja obat antiretroviral?
Dalam suatu sel yang terinfeksi, HIV mereplikasi diri, yang kemudian dapat menginfeksi sel-sel lain dalam tubuh yang masih sehat. Semakin banyak sel yang diinfeksi HIV, semakin besar dampak yang ditimbulkannya terhadap kekebalan tubuh (immunodeficiency). Obat-obatan antiretroviral memperlambat replikasi sel-sel, yang berarti memperlambat penyebaran virus dalam tubuh, dengan mengganggu proses replikasi dengan berbagai cara.
  • Penghambat Nucleoside Reverse Transcriptase (NRTI)
HIV memerlukan enzim yang disebut reverse transcriptase untuk mereplikasi diri. Jenis obat-obatan ini memperlambat kerja reverse transcriptase dengan cara mencegah proses pengembangbiakkan materi genetik virus tersebut.
  • Penghambat Non-Nucleoside Reverse Transcriptase (NNRTI)
Jenis obat-obatan ini juga mengacaukan replikasi HIV dengan mengikat enzim reverse transcriptase itu sendiri. Hal ini mencegah agar enzim ini tidak bekerja dan menghentikan produksi partikel virus baru dalam sel-sel yang terinfeksi.
  • Penghambat Protease (PI)
Protease merupakan enzim pencernaan yang diperlukan dalam replikasi HIV untuk membentuk partikel-partikel virus baru. Protease memecah belah protein dan enzim dalam sel-sel yang terinfeksi, yang kemudian dapat menginfeksi sel yang lain. Penghambat protease mencegah pemecah-belahan protein dan karenanya memperlambat produksi partikel virus baru.
Obat-obatan lain yang dapat menghambat siklus virus pada tahapan yang lain (seperti masuknya virus dan fusi dengan sel yang belum terinfeksi) saat ini sedang diujikan dalam percobaan-percobaan klinis.

Apakah obat antiretroviral efektif?
Penggunaan ARV dalam kombinasi tiga atau lebih obat-obatan menunjukkan dapat menurunkan jumlah kematian dan penyakit yang terkait dengan AIDS secara dramatis. Walau bukan solusi penyembuhan, kombinasi terapi ARV dapat memperpanjang hidup orang penyandang HIV-positif, membuat mereka lebih sehat, dan hidup lebih produktif dengan mengurangi varaemia (jumlah HIV dalam darah) dan meningkatkan jumlah sel-sel CD4+ (sel-sel darah putih yang penting bagi sistem kekebalan tubuh).

Supaya pengobatan antiretroviral dapat efektif untuk waktu yang lama, jenis obat-obatan antiretroviral yang berbeda perlu dikombinasikan. Inilah yang disebut sebagai terapi kombinasi. Istilah ‘Highly Active Anti-Retroviral Therapy’ (HAART) digunakan untuk menyebut kombinasi dari tiga atau lebih obat anti HIV.

Bila hanya satu obat digunakan sendirian, diketahui bahwa dalam beberapa waktu, perubahan dalam virus menjadikannya mampu mengembangkan resistensi terhadap obat tersebut. Obat tersebut akhirnya menjadi tidak efektif lagi dan virus mulai bereproduksi kembali dalam jumlah yang sama seperti sebelum dilakukan pengobatan. Bila dua atau lebih obat-obatan digunakan bersamaan, tingkat perkembangan resistensi dapat dikurangi secara substansial. Biasanya, kombinasi tersebut terdiri atas dua obat yang bekerja menghambat reverse transcriptase enzyme dan satu obat penghambat protease. Obat-obatan anti retroviral hendaknya hanya diminum di bawah pengawasan medis.

Mengapa ARV tidak siap tersedia?
Di negara-negara berkembang, hanya sekitar 5% dari mereka yang membutuhkan dapat memperoleh pengobatan antiretroviral, sementara di negera-negara berpendapatan tinggi akses tersebut hampir universal. Masalahnya adalah harga obat-obatan yang tinggi, infrastruktur perawatan kesehatan yang tidak memadai, dan kurangnya sumber pembiayaan, menghalangi penggunaan perawatan kombinasi ARV secara meluas di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Sebanyak 12 obat-obatan ARV telah diikutsertakan dalam Daftar Obat-obatan Esensial WHO (WHO Essential Medicines List). Diikutsertakannya ARV dalam Daftar Obat-obatan Esensial WHO akan mendorong pemerintah di negara-negara dengan epidemi tinggi untuk lebih memperluas pendistribusian obat-obatan esensial tersebut kepada mereka yang memerlukannya. Sementara itu, meningkatnya komitmen ekonomi dan politik di tahun-tahun terakhir ini, yang distimulir oleh orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA), masyarakat sipil dan mitra lainnya, telah membuka ruang bagi perluasan akses terhadap terapi HIV secara luar biasa.

Perawatan jenis apakah yang tersedia ketika akses ARV tidak tersedia?
Unsur-unsur perawatan lain dapat membantu mempertahankan kualitas hidup tinggi saat ARV tidak tersedia. Unsur-unsur ini meliputi nutrisi yang memadai, konseling, pencegahan dan pengobatan infeksi oportunistik, dan menjaga kesehatan pada umumnya.

Apakah PEP itu?
Perawatan Pencegahan Pasca Pajanan terdiri dari pengobatan, tes laboratorium dan konseling. Pengobatan PEP harus dimulai dalam hitungan jam dari saat kemungkinan pajanan HIV dan harus berlanjut selama sekitar empat minggu. Pengobatan PEP belum terbukti dapat mencegah penularan HIV. Kendatipun demikian, kajian-kajian penelitian menunjukkan bahwa bila pengobatan dapat dilaksanakan lebih cepat setelah kemungkinan pajanan HIV (idealnya dalam waktu dua jam dan tak lebih dari 72 jam setelah pajanan), pengobatan tersebut mungkin bermanfaat dalam mencegah infeksi HIV.

Sumber : KPA Nasional

http://larasindonesia.com/profile/info-hiv-aids/adakah-obat-untuk-hiv/

 

 

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews