MEDAN,
Berita HUKUM - Terkait kerusuhan di perusahan tambang Emas PT AR.
Sebanyak 12 tersangka kasus pembakaran dan pengrusakan kantor Camat
Batangtoru dan mobil, akibat dari penolakan penanaman pipa tambang Mas,
diboyong ke Poldasu untuk dilakukan penahanan. Ke 12 tersangka itu
adalah, Ahmad Tora Siregar, Ali Saftar Nasution, Rohman Harahap, Indra
Pasaribu, Arman Naposo Tambunan, Dame Siregar, Ramadhan Hasibuan, Wesi
Waruwu, Rahmad Nazi Tarigan, Partahian Sarumpaet, Ikbal Tanjung dan M.
Saleh Hasibuan.
Abetnego Tarigan Direktur eksekutif Walhi mengatakan bahwa pemerintah
tidak seharusnya mengabaikan peran serta masyarakat dalam Kasus Batang
Toru Tapanuli Selatan Sumatera Utara, bila saja pemerintah daerah
Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara dan Pemerintah Pusat
sedikit saja mau mendengarkan suara rakyat, maka kejadian amuk warga
kepada aparat dan rusaknya fasilitas negara di Batangtoru tidak akan
terulang. Sebelumnya, Juni 2012, kendaraan milik PT. Agincourt Resources
perusahaan tambang emas, dibakar saat memasang pipa pembuangan limbah.
Kali ini, perusahaan justru dikawal ratusan aparat Kepolisian dan TNI,
memaksakan kehendak untuk melanjutkan pemasangan pipa, yang berujung
amuk warga.
Warga sejak semula menolak pembuangan limbah tambang yang akan dialirkan
ke Sungai Batangtoru. Ada sekitar 25 desa di 3 Kecamatan yang dilalui
aliran sungai Batangtoru. Hampir semua warga memanfaatkan aliran sungai
Batangtoru, untuk berbagai keperluan rumah tangga juga pengairan untuk
pertanian. Penolakan warga sangatlah wajar dan realistis. Kekhawatiran
akan hancurnya sumber penghidupan dan layanan alam adalah hal yang
utama. Selain itu, warga tidak tahu persis bagaimana dan apa yang
dibuang ke sungai Batangtoru.
Tambahan, AMDAL yang seharusnya menjadi acuan atas rencana proyek
tambang Martabe, diduga tidak memenuhi unsur keabsahan. Salah satunya,
tidak adanya keterlibatan warga dalam penilaian AMDAL. Bahkan pihak
Kepolisian Daerah Sumatera Utara, memanggil setidaknya 4 orang termasuk
Ketua Komisi Penilai AMDAL Kabupaten Tapsel untuk diperiksa terkait
dengan AMDAL PT. Agincourt Resources. Misalnya saja, dalam dokumen
daftar hadir rapat komisi AMDAL tertanggal 27 Juli 2012, tidak ada satu
pun tersebut perwakilan warga dalam dokumen tersebut.
Pemasangan pipa itu berdampak negatif terhadap kehidupan warga yang ada
di seluruh desa yang dialiri Sungai Batangtoru. Warga meminta perusahaan
membatalkan rencana membuang air limbah ke Sungai Batangtoru. “Sungai
itu tempat kami mencari nafkah, kalau sungai itu dijadikan tempat
pembuangan limbah, maka sungai itu akan tercemari, dan akhirnya kami
tidak mempunyai mata pencarian lagi.
Hal itu jelas menurunkan kualitas sumber air batang toru yang yang
selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat batang toru. Kami
menuntut rencana pemasangan pipa dihentikan dan operasi tambang PT.
Agincourt Resources untuk ditinjau ulang untuk tidak diteruskan, agar
tidak menimbulkan kerugian material dan nyawa di kemudian hari,” tuntut
Hendrik Siregar Pengkampanye Emas Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).
“Protes masyarakat di kecamatan BatangToru tesebut direspon represif
dengan menangkap 39 orang yang menolak keberadaan pemasangan pipa
PT.Agincourt oleh aparat keamanan kepolisian. Perlakukan represif ini
jelas melanggar hukum nasional karena dalam Undang-Undang nomor 32 Tahun
2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup jelas bahwa
mayarakat yang memperjuangkantidak bisa di tuntut baik secara perdata
maupun secara pidana” ujar Abetnego Tarigan Direktur eksekutif Walhi.
Dari 32 warga yang ditangkap, 12 saat ini ditetapkan sebagai tersangka.
20 orang warga yang dibebaskan dalam kondisi luka fisik akibat
penyiksaan dan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi. Dalam peristiwa
ini terdapat sejumlah pelanggaran HAM serius terhadap Konvensi Menentang
Penyiksaan sebagaimana telah disahkan dalam UU No 5/1998. Pelanggaran
serius ini paling tidak dapat dikategorikan dalam bentuk perbuatan yang
sewenang-wenang, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan
sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat (1) Konvensi menentang
Penyiksaan. Termasuk aturan internal kepolisian dilanggar oleh anggota
kepolisian. Kami meminta agar pelaku penyiksaan terhadap warga diproses
secara hukum. Meminta pemerintah tidak menegasikan peran serta
masyarakat dalam menentukan kebijakan, apalagi kebijakan yang akan
dibuat berdampak langsung terhadap masyarakat.(bhc/nco)
|
0 comments:
Post a Comment