Tuesday, November 6, 2012

Terkait Rusuh di PT AR Batang Turo, WALHI Ikut Merespon


MEDAN, Berita HUKUM - Terkait kerusuhan di perusahan tambang Emas PT AR. Sebanyak 12 tersangka kasus pembakaran dan pengrusakan kantor Camat Batangtoru dan mobil, akibat dari penolakan penanaman pipa tambang Mas, diboyong ke Poldasu untuk dilakukan penahanan. Ke 12 tersangka itu adalah, Ahmad Tora Siregar, Ali Saftar Nasution, Rohman Harahap, Indra Pasaribu, Arman Naposo Tambunan, Dame Siregar, Ramadhan Hasibuan, Wesi Waruwu, Rahmad Nazi Tarigan, Partahian Sarumpaet, Ikbal Tanjung dan M. Saleh Hasibuan.

Abetnego Tarigan Direktur eksekutif Walhi mengatakan bahwa pemerintah tidak seharusnya mengabaikan peran serta masyarakat dalam Kasus Batang Toru Tapanuli Selatan Sumatera Utara, bila saja pemerintah daerah Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara dan Pemerintah Pusat sedikit saja mau mendengarkan suara rakyat, maka kejadian amuk warga kepada aparat dan rusaknya fasilitas negara di Batangtoru tidak akan terulang. Sebelumnya, Juni 2012, kendaraan milik PT. Agincourt Resources perusahaan tambang emas, dibakar saat memasang pipa pembuangan limbah. Kali ini, perusahaan justru dikawal ratusan aparat Kepolisian dan TNI, memaksakan kehendak untuk melanjutkan pemasangan pipa, yang berujung amuk warga.

Warga sejak semula menolak pembuangan limbah tambang yang akan dialirkan ke Sungai Batangtoru. Ada sekitar 25 desa di 3 Kecamatan yang dilalui aliran sungai Batangtoru. Hampir semua warga memanfaatkan aliran sungai Batangtoru, untuk berbagai keperluan rumah tangga juga pengairan untuk pertanian. Penolakan warga sangatlah wajar dan realistis. Kekhawatiran akan hancurnya sumber penghidupan dan layanan alam adalah hal yang utama. Selain itu, warga tidak tahu persis bagaimana dan apa yang dibuang ke sungai Batangtoru.

Tambahan, AMDAL yang seharusnya menjadi acuan atas rencana proyek tambang Martabe, diduga tidak memenuhi unsur keabsahan. Salah satunya, tidak adanya keterlibatan warga dalam penilaian AMDAL. Bahkan pihak Kepolisian Daerah Sumatera Utara, memanggil setidaknya 4 orang termasuk Ketua Komisi Penilai AMDAL Kabupaten Tapsel untuk diperiksa terkait dengan AMDAL PT. Agincourt Resources. Misalnya saja, dalam dokumen daftar hadir rapat komisi AMDAL tertanggal 27 Juli 2012, tidak ada satu pun tersebut perwakilan warga dalam dokumen tersebut.

Pemasangan pipa itu berdampak negatif terhadap kehidupan warga yang ada di seluruh desa yang dialiri Sungai Batangtoru. Warga meminta perusahaan membatalkan rencana membuang air limbah ke Sungai Batangtoru. “Sungai itu tempat kami mencari nafkah, kalau sungai itu dijadikan tempat pembuangan limbah, maka sungai itu akan tercemari, dan akhirnya kami tidak mempunyai mata pencarian lagi. 

Hal itu jelas menurunkan kualitas sumber air batang toru yang yang selama ini menjadi sumber kehidupan masyarakat batang toru. Kami menuntut rencana pemasangan pipa dihentikan dan operasi tambang PT. Agincourt Resources untuk ditinjau ulang untuk tidak diteruskan, agar tidak menimbulkan kerugian material dan nyawa di kemudian hari,” tuntut Hendrik Siregar Pengkampanye Emas Jaringan Advokasi Tambang (JATAM).

“Protes masyarakat di kecamatan BatangToru tesebut direspon represif dengan menangkap 39 orang yang menolak keberadaan pemasangan pipa PT.Agincourt oleh aparat keamanan kepolisian. Perlakukan represif ini jelas melanggar hukum nasional karena dalam Undang-Undang nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup jelas bahwa mayarakat yang memperjuangkantidak bisa di tuntut baik secara perdata maupun secara pidana” ujar Abetnego Tarigan Direktur eksekutif Walhi.

Dari 32 warga yang ditangkap, 12 saat ini ditetapkan sebagai tersangka. 20 orang warga yang dibebaskan dalam kondisi luka fisik akibat penyiksaan dan tindakan-tindakan yang tidak manusiawi. Dalam peristiwa ini terdapat sejumlah pelanggaran HAM serius terhadap Konvensi Menentang Penyiksaan sebagaimana telah disahkan dalam UU No 5/1998. Pelanggaran serius ini paling tidak dapat dikategorikan dalam bentuk perbuatan yang sewenang-wenang, tidak manusiawi dan merendahkan martabat kemanusiaan sebagaimana diatur dalam pasal 16 ayat (1) Konvensi menentang Penyiksaan. Termasuk aturan internal kepolisian dilanggar oleh anggota kepolisian. Kami meminta agar pelaku penyiksaan terhadap warga diproses secara hukum. Meminta pemerintah tidak menegasikan peran serta masyarakat dalam menentukan kebijakan, apalagi kebijakan yang akan dibuat berdampak langsung terhadap masyarakat.(bhc/nco)

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews